Tuesday, February 12, 2008

KEMENANGAN BARACK OBAMA KEMENANGAN RAKYAT INDONESIA (1)


Judul tulisan ini mungkin mewakili harapan sebagian besar rakyat Indonesia, pada pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) bulan Nopember 2008 mendatang, walaupun sampai saat tulisan ini saya buat, kepastian menjadi kandidat presiden dari Partai Demokrat-pun masih dipertarungkan antara Barack Obama dengan Hillary Clinton. Namun tidak berlebihan kiranya menukil sekilas kehidupan salah satu calon presiden dari Partai Demokrat yang mulai populer di AS, mengingat hasil akhir pemilihan di berbagai negara bagian menunjukkan persaingan yang begitu ketat dengan calon lain dari kubu partai yang sama yaitu Hillary Clinton sudah mendekati babak akhir.

Uraian sekilas tentang Barack Obama kali ini (1) lebih difokuskan pada hubungan psikologis antara sang kandidat Barack Obama dengan Indonesia, sebagai tempat, negara ataupun rakyat yang pernah ia tinggali, kenali dan "bergaul" di masa kanak-kanak.Barack Obama lahir di Honolulu pada tanggal 4 Agustus 1961 dari pernikahan Barack Hussein Obama seorang muslim kulit hitam asal Kenya, dengan ibunya, Aan Dunham seorang kulit putih di East West Center Hawai University Honolulu. Setelah iunya bercerai dengan Obama senior, Aan Dunhan menikah dengan pria Indonesia yang bernama Lolo Soetoro dan tinggal di kawasan Tebet Jakarta Selatan selama 3,5 tahun.Rumah tinggalnya di Tebet yang sangat sederhana, hanya berkloset jongkok serta tidak ber AC. Di belakang rumahnya banyak ayam kampung peliharaan, sedangkan dekat jendela rumahnya bergelantungan jemuran pakaian. Pendidikan dasarnya dialami Barack Obama dengan bersekolah di SD Fransiscus Asisi serta SDN 01 Jalan.Besuki Menteng Jakarta Pusat. Beliau mengungkapkan pengalaman pendidikan dasarnya di Jakarta dengan menyebut "Kami tak punya cukup uang untuk dapat bersekolah yang berstandar internasional, sehingga masuk ke sekolah biasa, dan berteman dengan masyarakat Indonesia dari kalangan anak pembantu, penjahit maupun anak pegawai rendahan lainnya". Sewaktu ayah tirinya (Lolo Soetoro) keluar dari TNI dan masuk sebagai karyawan perusahaann minyak asing, secara berangsur-angsur kehidupan ekonominya mulai membaik.Masa remaja dan SLTA nya dilalui dengan tinggal di Honolulu, yang kemudian menapaki pendidikan tinggi dengan kuliah di Columbia University, New York (1985) dan pendidikan paska sarjananya di selesaikan pada tahun 1991 di Harvard Law School Boston.Karir politiknya dimulai dengan terpilihnya beliau pada tahun 1995 sebagai senatordi Negara bagian Illinois dan berkantor di Chicago. Pada tahun 2005 beliau terpilih sebagai senator di tingkat federal mewakili Negara bagian Illinois yang berkedudukan di Capitol Hill Washington DC. Saat dilantik sebagai senator pada tahun 2005, banyak masyarakat AS yang mulai memberikan perhatian serta pujian terhadap konsistensi sikap politiknya yang berpihak pada orang miskin di dunia (secara internasional). Banyak pihak menganggap kemuncullan Barack Obama, ibarat munculnya kembali John F Kennedy di masa hidupnya , bahkan kepopulerannya dinilai melebihi kepopuleran Bill Clinton dimasa berkuasa.Saat Flu Burung melanda negara kita, Barack Obama mempelopori dukungan bantuan kesehatan dari pemerintah AS, melalui lobby diplomatik yang benar. Bahkan sempat mengusulkan agar pemerintah Indonesia, memperoleh bantuan untuk penanggulangan bencana yang banyak menimbulkan kematian.Sungguh, kehadiran Barack Obama disambut dengan antusisme yang tinggi oleh rakyat Indonesia, yang mendambakan kebebasan, penyetaraan dan keadilan, apalagi beliau pernah tinggal di Indonesia, bergaul dengan anak rakyat jelata sambil mengejar ayam, mainan lumpur, berenang di sungai,Bukanlah kelainan psikologis manakala, tidak menghapus ikatan emosional yang sulit untuk dilupakan oleh semua orang, termasuk beliau.

Seandainya Barack Obama kelak menjadi presiden, maka hal itu adalah kehendak serta atas ijin Tuhan, dan hanya Tuhan yang tahu "apakah hal itu merupakan yang terbaik bagi bangsa AS, bangsa Indonesia maupun umat manusia di seluruh dunia".Saya dan anda mungkin termasuk yang berharap dan berdoa hal itu memang terjadi, karena hubungan silaturochim antar "hati nurani" memang tidak bisa dibohongi.


source ; Barack Obama, Menerjang Harapan dari Jakarta menuju Gedung Putih, UfukPress, 2007.

Friday, December 14, 2007

PELAKSANAAN UN DAN PEMBERDAYAAN GURU


Rendahnya pemahaman tentang "tanggung jawab profesi" telah dipertontonkan dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun ini. Tak kurang dari media warta KOMPAS edisi 27 April 2007 di halaman 12 mewartakan aksi solidaritas Kelompok Air Mata Guru Medan yang menggelar pertemuan bersama para wartawan sesaat telah berakhirnya UN SLTP. Kelompok yang beranggotakan 18 orang Pengawas Sekolah 1 Orang Kepala Sekolah dan 17 orang Guru yang mengawas pelaksanaan UN pada beberapa sekolah di Medan, menyatakan adanya kecurangan yang dirancang secara sistematis dengan melibatkan oknum Guru sekolah untuk membantu para peserta UN dengan cara-cara yang melanggar Prosedur Operasional Standar (POS) UN. Para Guru yang ditugasi sebagai tim sukses sekolah tersebut melakukan tindak kecurangan dengan cara masuk ke ruang ujian, kemudian membacakan atau membagikan kunci jawabab soal ujian, atau mengirimkannya via SMS. Kejadian seperti itu dilaporkan telah berjalan selama tiga tahun terakhir.

"Ini baru berita"....gumam saya di dalam hati.Sungguh suatu melodrama yang tidak lucu dan memang tidak mengundang tawa kita, kalau "sang pagar" yaitu para Guru di sekolah malah makan tanaman yang seharusnya ia jaga sendiri.Berita ini harus segera ditindaklanjuti agar segera terjadi klarifikasi masalah adanya pelanggaran terhadap POS UN, maupun tindak pidana lain.Pengungkapan kasus-kasus tindak kecurangan dalam pelaksanaan UN akan membantu kita semua untuk melihat secara utuh peristiwa yang merugikan sekaligus memalukan dunia pendidikan kita.Keterbukaan dari tindak lanjut berbagai peristiwa pelanggaran hukum terhadap UN yang terjadi di berbagai daerah, diharapkan mampu memberikan gambaran nyata bahwa kita memang bersungguh-sungguh ingin melindungi proses penyelenggaraan pendidikan secara Bersih, Transparan dan Profesional (BTP).Saya berasumsi bukan tidak mungkin, mereka-mereka yang merekayasa terjadinya kecurangan dalam UN menganggap tindakan yang dilakukan itu merupakan pelanggaran ringan. Apalagi yang terjadi selama ini, belum ada publikasi secara luas bahwa memang ada yang dipidana (berat) karena melakukan kecurangan terhadap UN.Atau memang sanksi pidana yang terlalu ringan tersebut TIDAK DITAKUTI, sehingga tidak menimbulkan efek jera pada para pelaku.Kalau asumsi terakhir ini yang lebih dominan berpengaruh terhadap kenekatan pelaku pelanggar hukum dengan cara melibas serta mengabaikan POS UN, maka justru para Guru-guru kita yang dijadikan pion pelaksana lapanganlah yang harus kita advocasi dengan cara yang benar, sehingga berani menentukan sikap untuk tetap menolak segala bentuk tindakan yang kontraproduktif dengan etika profesi yang disandangnya.Dalam kurun waktu pelaksanaan reformasi pendidikan kita, UN dengan POS UN nya sudah mulai dibenahi, kemudian batas nilai kelulusan sudah mulai dinaikkan, dan naskah soal untuk waktu pelaksanaan yang sama, sudah dibuat 2 versi A dan B secara silang.Sayang yang kita temui ternyata kemajuan dan penyempurnaan dari prosedur dan perangkat UN tersebut melaju sendiri tanpa diikuti dengan laju peningkatan kompetensi profesi para Guru, KS dan Pengawas atau siapapun yang mungkin dapat dibujuk rayu agar terlibat dalam kecurangan UN tersebut.

Bagaimanapun tindak pelanggaran terhadap pelaksanaan UN tidak dapat kita tolelir, sementara pemberdayaan tenaga pendidik juga tidak dapat kita tunda-tunda dengan alasan klasik "biaya".Dua masalah tersebut ternyata sudah menjadi "dua sisi mata uang" yang harus kita laksanakan secara konsekuen dan konsisten.Semoga harapan terjadinya perubahan yang lebih baik di dalam layanan pendidikan dapat segera kita wujudkan dengan kompetensi profesionalisme secara memadai.

Salam guru,
ds.

Thursday, December 13, 2007

PENDIDIKAN HUMANIS

Sistem Pendidikan Indonesia sedang berproses menuju cara pandang baru (New Paradigm) yang lebih humanis (dengan mengedepankan hak-hak pembelajar) serta lebih demokratis, namun sekaligus juga lebih berorientasi pada perkembangan ICT (Information-Communication and Technologie).
Soedjatmoko, sebagai tokoh Humanitarianisme, dalam S.Masruri (2005), mengungkapkan ; perlunya kita semua menghindari ekses moral dari tekanan ICT yang hampir tak terkendali, dengan cara melibatkan banyak pihak yang peduli (kaum agamawan dan kaum budayawan) untuk secara bersama membangun sistem pendidikan yang didinginkan.
Melalui sistem pendidikan yang seperti itu diharapkan manusia dan masyarakat Indonesia terdidik, akan menjadi manusia yang “serba tahu” (well informmed) , memiliki komitmen yang tinggi (well commited), yang mampu menerapkan long life learning disertai kesadaran yang tinggi tentang keadilan sosial.
Untuk mewujudkan upaya pembaharuan sistem pendidikan yang humanis, menuntut berbagai pendekatan inovatif untuk memperluas proses belajar yang mampu menembus “tembok besar konvensional”. Patut disayangkan bahwa dari beberapa dekade pembangunan pendidikan kita di tanah air, “kekurangan” (kalau tidak mau disebut kegagalan) justru terletak pada ketidakpercayaan masyarakat itu sendiri untuk ikut berpartisipasi dalam program dimaksud. Contoh kasus sebagai indikasi adanya bukti terhadap hal ini ditayangkan oleh media televisi kita di minggu kedua bulan Desember 2007, “adanya sekelompok masyarakat yang secara bersama dan beramai-ramai merusak gedung sekolah” dan notabene gedung sekolah tersebut justru dibangun dari dana masyarakat itu sendiri (APBD). Mereka seolah tak merasa ikut memiliki proses pendidikan yang berlangsung (sense of belonging), padahal bukan tidak mungkin anak-anak mereka sendiri ada yang menjadi peserta didik dari sekolah yang dirusaknya.
Tantangan dari proses belajar masyarakat terhadap “perubahan” dapat ditengarai antara lain “tertutupnya kesediaan diri untuk menerima perubahan” (tidak munculnya hasrat untuk berubah), rendahnya komitmen terhadap adanya perubahan, serta rendahnya keterlibatan masyarakat terhadap program perubahan (sense of responsibility).
Oleh karenanya proses belajar sosial kemasyarakatan yang harus diprioritaskan sebagai WAJAH BARU KEBIJAKAN PENDIDIKAN KITA adalah kebijakan publik yang mengedepankan INOVASI SOSIAL dan PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, sehingga menemukan hal-hal baru bagi upaya nyata KELUAR DARI JEPITAN KEMISKINAN.
Patut dicermati pemikiran yang mencerdasi dan mengkritisi masalah ini, dengan pernyataan bahwa “salah satu ciri utama dari model pembangunan pada beberapa dekade terakhir adalah BERKEMBANGNYA KEYAKINAN DIRI DARI MEREKA YANG SECARA TRADISIONAL TIDAK BERDAYA DAN TERSINGKIR KARENA PROSES PERUBAHAN (PEMBANGUNAN) ITU SENDIRI.
Mengapa demikian, karena “semua upaya perubahan (pembangunan) tidak akan membawa manfaat jangka panjang TANPA PEMECAHAN MASALAH KEMISKINAN ITU SENDIRI”. Ini mungkin simpul-simpul akhir dari esensi pendidikan humanis, yang berupaya memberdayakan manusia secara manusiawi agar menjadi manusia sesungguhnya (seutuhnya), karena pastilah Tuhan tidak menciptakan hambaNya untuk teraniaya, apalagi oleh suatu sistem yang dibuat oleh hambaNya yang lain.
Kita memang membutuhkan suatu sistem pendidikan yang berpihak pada kebutuhan kemanusiaan, yaitu manusia berdaya. Manusia yang mampu melawan segala upaya yang memperdaya dirinya dari kesejahteraan sosial, kesejahteraan moral dan kesejahteraan spiritualnya.
Dengan “bersama” semoga harapan kemanusiaan tersebut, bukanlah utopia!.
Bukankah Tuhan Maha Tahu atas keinginan hambaNya?.

Jakarta, bulan akhir tahun 2007.
Salam saya
DS.

Tuesday, September 11, 2007

ORASI ILMIAH

PRESPEKTIF PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI DKI JAKARTA
Orasi Ilmiah disampaikan pada acara
Wisuda Sarjana dan Wisuda Pasca Sarjana serta Dies Natalis ke ......
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi .............
di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Tanggal ..... September 2007


Hadirin yang berbahagia,
Mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan Tuhan kepada kita, kiranya menjadi pilihan yang tepat di saat ini, untuk senantiasa di ungkap dan direfleksikan dalam kehidupan nyata dari setiap insan hamba Allah, terutama insan almamater STIA yang melaksanakan Dies Natalis ke 35 “rumah pendidikan” yang dicintainya.
Usia 35 tahun secara fisik badaniyah, setidaknya mencerminkan kondisi puncak aktivitas seseorang untuk memperluas jangkauan kinerjanya, sementara eskalasi mentalnya juga sedang menuju kearah titik kematangannya.
Analogi perkembangan tersebut tentu menjadi harapan kita semua, dalam memaknai kondisi prima lembaga pendidikan STIA ini.

Hadirin yang saya hormati.
Berbicara tentang pembangunan sektor pendidikan, tentu akan berbicara pula tentang apa yang akan dicapai dengan pembangunan pendidikan yang kita lakukan selama ini. Terlalu sering kita mengutip deskripsi fungsi Pendidikan Nasional seperti yang tertuang di dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, namun hampir terlupakan oleh kita semua bahwa rumusan fungsi Pendidikan Nasional yang kita ungkapkan itu merupakan bagian dari ruang lingkup visi masa depan bangsa Indonesia, seperti yang tertuang dalam Ketetapan MPR RI Nomor VII Tahun 2001.
Visi masa depan bangsa Indonesia tersebut terdiri dari ; pertama visi ideal bangsa yang tertuang di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, yang saat ini sedang menjadi hot-news politisi sehubungan dengan banyaknya politisi yang menarik dukungan terhadap amandemen Undang Undang Dasar Tahun 1945 yang diprakarsai oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kedua, visi antara atau visi Indonesia 2020 dan ketiga adalah visi pembangunan lima tahunan itu sendiri.
Pada forum wisuda yang berbahagia ini perkenankanlah saya memberikan penekanan pada visi Indonesia 2020 yang sedang kita jalani serta hadapi bersama, melalui pembangunan masa depan di sektor pendidikan. Perlu dipahami bersama bahwa dari seluruh kinerja kita di sektor pendidikan saat ini, akan bermuara akhir pada nilai besaran kontribusi terhadap pencapaian visi Indonesia 2020.
Terkait dengan visi itu, Tilaar(2004), dalam bukunya yang berjudul “Manifesto Pendidikan Nasional” mengungkapkan adanya 7 identifikasi tantangan yang menghadang di depan kita, seperti ;
1) memantapkan persatuan bangsa serta kesatuan negara 2) menegakkan supremasi hukum secara berkeadilan 3) mewujudkan kehidupan politik yang demokratis 4) meningkatkan pemerataan ekonomi yang produktif 5) mewujudkan kehidupan sosial budaya yang beradab 6) meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan 7) mempersiapkan masyarakat Indonesia memasuki era globalisasi.
Dengan munculnya tantangan tersebut, tidak berarti tugas yang diemban pembangunan sektor pendidikan menjadi partial, terutama dalam menjawab tantangan peningkatan kuslitas SDM, bahkan setidaknya pembangunan sektor pendidikan ke depan harus mampu memenuhi harapan serta kebutuhan masyarakat, agar tetap eksis di dalam percaturan kehidupan nasional maupun internasional. Untuk itu diperlukan akselerasi aktivitas berbagai sub-sistem dari Sistem Pendidikan Nasional kita, sehingga memungkinkan terjadinya eskalasi hasil belajar yang tidak saja memenuhi Standar Kualitas yang ditentukan, akan tetapi juga memenuhi hak dasar setiap warga negara untuk mampu hidup mandiri.
Kristalisasi konsepsi tersebut merupakan “harga mati” yang harus dibayar oleh bangsa Indonesia melalui aktivitas pembangunan pemberdayaan warga negaranya.

Hadirin yang berbahagia,
Era keterbukaan dunia saat ini memang memberi peluang interaksi akses antar negara, tidak terkecuali akses di sektor pendidikan. Oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan dan perluasan akses pendidikan memang menjadi “ikon” yang secara dominan harus segera direalisasikan melalui program-program pendidikan di tanah air. Sementara untuk melaksanakan hal tersebut dibutuhkan dukungan dari semua pihak, terutama dukungan akan arti penting pendidikan bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Kita tentu tidak berharap, muncul dukungan dari pihak-pihak yang kelak justru akan menjadi kompetitor negatif yang akan merusak sendi-sendi kehidupan dengan nilai kebangsaan dan patriotisme, yang telah ditanamkan “founding fathers” kita.
Kalkulasi dukungan finansial melalui dana APBN terhadap pembangunan sektor pendidikan di tingkat nasional, memang selalu diantisipasi dengan “under estimate”, walaupun sebenarnya terus terjadi peningkatan, seperti alokasi 11,7 % di tahun 2007 kemudian meningkat menjadi lebih dari 12,6 % di tahun 2008 mendatang. Angka ini memang masih jauh dari harapan masyarakat yang tertuang di dalam undang-undang kita, sebesar 20%. Paskah Suzetta (2007), menyebutkan bahwa pengalokasian dana perimbangan pusat dan daerah untuk sektor pendidikan yang berupa dana alokasi khusus (DAK) maupun dana alokasi umum untuk komponen gaji (DAU), yang diserahkan kepada pemerintah daerah, terus mengalami peningkatan secara significant, yaitu 625 milyar rupiah di tahun 2003 menjadi 5,3 triliun rupiah di tahun 2007 ini. Selanjutnya, Kepala Bappenas juga mengungkapkan adanya akselerasi peningkatan anggaran pada tahun 2006 yang lalu, yaitu alokasi anggaran pendidikan yang disediakan melalui Kementrian atau Lembaga di tingkat pusat, ternyata sudah mencapai 50,6 triliun rupiah, sementara rencana kenaikan pentahapan di tahun 2006 sebenarnya hanya 33,8 triliun rupiah.
Terkait dengan hal tersebut, kita semua justru dikejutkan oleh pernyataan terbuka menteri keuangan di pertengahan tahun 2007 ini, yang meminta seluruh kementrian dan lembaga pemerintah (termasuk yang menangani sektor pendidikan), untuk segera mencairkan dana APBN tahun 2007 yang masih diparkir di sertifikat Bank Indonesia.
Kita percaya bahwa keprihatinan seorang menteri keuangan bukan hanya karena masalah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi sebagai akibat besarnya dana pembangunan yang diparkir, namun lebih dari itu proses pendidikan memang tidak bisa dan tidak boleh diperlambat akselerasinya. Dukungan pemahaman akan arti penting “makna pendidikan” seperti ini, memiliki peranan yang jauh lebih dahsyat bagi proses peningkatan mutu pendidikan suatu bangsa.
Itu pula sebabnya kaisar Hirohito tidak pernah mempertanyakan “masih berapa besar cadangan devisa yang dimiliki untuk membangun kembali Jepang” sesaat setelah di bom atom oleh Amerika Serikat dan sekutunya, melainkan pertanyaan “masih berapa banyak guru-guru sekolah yang masih hidup, untuk kembali mendidik anak-anak Jepang meraih masa depan yang lebih baik”.
Realita di hadapan kita telah menunjukkan bahwa pemahaman dan komitmen yang tinggi terhadap pendidikan memang masih perlu terus ditumbuh kembangkan, di setiap pikiran para pelayan jasa publik, dan tidak hanya di sektor pendidikan saja.

Hadirin yang saya hormati,
Terkait dengan perkembangan perguruan tinggi di tanah air akhir-akhir ini, menarik untuk dikaji data peringkat perguruan tinggi di dunia tahun 2004 yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, bahwa dari 500 peringkat perguruan tinggi di dunia, dan 100 peringkat Perguruan Tinggi di Asia, tidak satupun di dalamnya terdapat perguruan tinggi Indonesia. Namun data akhir yang bersumber dari Times Higher Education bahwa dalam peringkat perguruan tinggi di dunia tahun 2006, telah ditemui 1 perguruan tinggi Indonesia berada di peringkat 200 dunia, atau 4 Perguruan Tinggi Indonesia berada di peringkat 200-500 dunia.
Pada tahun ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas telah menerbitkan “50 promising Indonesia University 2006” yang di dalamnya terdapat 26 perguruan tinggi negeri dan 24 perguruan tinggi swasta, serta 7 perguruan tinggi di antaranya berada di provinsi DKI Jakarta. Semoga di dalam 100 promising Indonesia University 2007 mendatang, akan semakin banyak lembaga pendidikan tinggi DKI Jakarta masuk di dalamnya. Marilah kita berikan apresiasi yang tinggi kepada Perguruan Tinggi yang tergugah meraih kembali kepercayaan dari “stake-holder” nya (public accountability), sekaligus sebagai pembiasaan berpikir dan bertindak dalam menghormati dan menegakkan “Budaya Mutu” di kalangan masyarakat luas.
Dorongan dan motivasi untuk meningkatkan mutu layanan lembaga pendidikan tinggi memang seharusnya terus dikembangkan, mengingat rendahnya tingkat partisipasi kasar perguruan tinggi (APK PT) yang secara nasional baru berkisar di angka 14 %, sedangkan di DKI Jakarta APK PT berada di kisaran angka 33 %. Data Survey Sosial Ekonomi (Susenas) tahun 2006 menunjukkan bahwa seluruh penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas, yang pernah menikmati pendidikan dan lulus di jenjang pendidikan tinggi hanya 5,05 % saja. Lebih memprihatinkan lagi ternyata data jumlah penduduk kita yang tidak pernah menikmati fasilitasi sekolah sebesar 8,34%. Data akhir tersebut sekaligus dapat dianalisa sebagai suatu “peluang” atau “tantangan”, untuk mengembangkan lembaga pendidikan yang kita cintai ini, agar mampu berperan aktif sekaligus berkontribusi positif menampung mereka yang belum pernah mengenyam fasilitasi pendidikan tinggi. Sekaligus lembaga ini juga diharapkan mampu memberikan pemahaman dan penyadaran akan arti penting pendidikan kepada para pembelajar yaitu mahasiswa STIA , sebagai wujud nyata bagi upaya-upaya ikut mencerdaskan bangsa serta meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa.


Hadirin yang berbahagia,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibukota negara, telah berkembang secara alamiah menuju ke bentuk megapolitan, yang dihuni oleh berbagai bangsa dengan variasi yang multi-etnis dan multi-suku. Kondisi pruralis yang tak terelakkan ini, memposisikan DKI Jakarta sebagai “balon penampung” bagi seluruh permasalahan bangsa dengan aktivitas interaksinya.
Di era otonomi daerah serta iklim keterbukaan dari masyarakat yang demokratis seperti saat ini, potensi elastisitas dari balon penampung tersebut akan menjadi “pertaruhan” tersendiri, sehingga memerlukan kreativitas ide serta gagasan secara berkelanjutan (continuos progress) untuk menciptakan dinamisasi serta harmonisasi tata kehidupan kota megapolitan.
Terkait dengan penyerahan otonomi ke daerah bagi upaya pemberdayaan masayarakat, mungkin kita sepaham dengan realita yang ada bahwa Pemerintah Daerah di berbagai provinsi menghadapi tuntutan masyarakat yang tinggi, namun memiliki Sumber Daya serta Anggaran yang terbatas. Terlebih DKI Jakarta tidak memiliki Sumber Daya Alam secara memadai guna mendukung pendapatan daerah, sehingga tidak ada alternatif lain kecuali pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai aset utama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Menurut Prof. Donald H Schuster (seorang pakar Neuro- Linguistic Programming dari Iowa, Amerika Serikat) yang disampaikan oleh Agus Sunario (2007), menyatakan pentingnya membangun visi, misi dan tata nilai bersama yang mampu membangkitkan segenap potensi, kekuatan dan Sumber Daya dari setiap Pemerintah Daerah.
Oleh karenanya kehendak seluruh elemen masyarakat Jakarta, direfleksikan dalam Visi Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang bernotasi cukup panjang yaitu; TERWUJUDNYA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG MANUSIAWI, EFISIEN DAN BERDAYA SAING GLOBAL, DIHUNI OLEH MASYARAKAT YANG PARTISIPATIF, BERAKHLAK, SEJAHTERA DAN BERBUDAYA, DALAM LINGKUNGAN KEHIDUPAN YANG AMAN DAN BERKELANJUTAN.
Visi tersebut menuntut lahirnya misi serta sistem tata nilai yang ada di dalam masyarakat Jakarta, sehingga ketiganya akan menjadi suatu komitmen bersama yang mampu membangkitkan inspirasi maupun strategi pelaksanaan program operasional yang unggul serta fokus kearah pencapaian visi.
Mengacu pada Visi Pemerintah DKI Jakarta, maka fokus pembangunan sektor pendidikan di desain agar menghasilkan kinerja untuk mewujudkan ; 1) Masyarakat kota internasional yang manusiawi 2) Masyarakat yang memiliki potensi kemandirian dan berdaya saing global 3) Masyarakat yang berakhlak mulia dan berbudaya.

Hadirin yang saya hormati,
Paska reformasi, lahir keinginan dari sebagian masyarakat kita yang muncul dalam kondisi kurang memahami akan makna “iklim kompetitif” di dalam prespektif psikologi perkembangan pembelajar. Kelompok masyarakat ini lebih menghendaki setiap momentum evaluasi, harus mampu membebaskan setiap pembelajar dari batasan kompetensi minimal hanya pada satu periode tahun pelajaran saja. Keterbatasan wacana seperti ini dapat menimbulkan masalah baru, bahwa pada setiap tahapan ganti kurikulum, maka semua pembelajar yang berada pada tahun pelajaran kurikulum lama, harus diluluskan sehingga tidak mengganggu program layanan yang bervariatif ataupun kerumitan administrasi kesiswaannya. Dengan demikian terjadilah reduksi makna dari proses remidiasi yang berupaya melakukan pemberdayaan pembelajar untuk memperoleh kemampuan kompetitifnya, melalui keseimbangan serta kematangan psikologisnya.
Manakala pola pikir demikian menjadi acuan, maka pada era desentralisasi ini, kita justru akan memaksakan kembali kebijakan lama education production function, yang melihat bahwa lembaga pendidikan seharusnya berfungsi sebagai pusat produksi, sehingga pada saat pilihan input dapat terpenuhi, maka hasil output yang dikehendaki harus dapat diakses. Nuansa mekanistik pada pendidikan machinal seperti ini jelas bertentangan dengan paradigma baru pendidikan kita, yang lebih mengedepankan demokratisasi pendidikan serta hak-hak untuk memperoleh pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan internalnya sendiri.
Sungguh suatu tragedi yang amat menakutkan manakala diantara kita tidak ada yang memiliki kepekaaan untuk segera mengakhiri tabiat bangsa yang kontraproduktif dengan kemampuan survival di era kompetitif mendatang. Keterpurukan bangsa sebagai akibat kekurangpedulian kita menyiapkan SDM yang “berkualitas”, harus segera diakhiri, dan hal ini mulai disadari bersama dengan munculnya slogan baru mengiringi peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2007 yaitu: “Dengan Hardiknas 2007 kita laksanakan pendidikan yang berkualitas untuk semua”.

Hadirin yang berbahagia,
Kita sadari sepenuhnya bahwa pembangunan sektor pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi merupakan pembangunan yang menyentuh langsung kebutuhan dasar masyarakat, sehingga ketiganya sekaligus menjadi hak esensial bagi setiap individu warga di ibukota Jakarta. Oleh karena itu sesuai dengan skala prioritas layanan publik maka alokasi anggaran pendidikan di dalam APBD Pemda DKI Jakarta untuk tahun 2007 ini, sudah dianggarkan dengan besaran melampaui angka 21%.
Perjalanan pembangunan DKI Jakarta selama kurun waktu 5 tahun (2002-2007) didesain menjadi dua sekuen (tahapan), yaitu tahapan pertama 2002-2004 dengan indikator makro recovery perekonomian daerah, melalui perbaikan infrastruktur sosial ekonomi, serta ketertiban-keamanan dan peningkatan layanan publik. Selanjutnya pada tahap kedua 2005-2007 difokuskan pada penguatan fundamental sosial-ekonomi untuk mendukung stabilitas pembangunan (stabilization), sehingga pada kurun waktu tahap berikutnya, dapat dilanjutkan dengan penguatan fundamental sosial-ekonomi menuju kemandirian dan kesejahteraan secara berkesinambungan (steady development). Dari perkembangan kondisi tersebut, maka kebijakan pembangunan DKI Jakarta di sektor pendidikan sampai tahun anggaran 2004, secara umum masih didominasi pada upaya peningkatan kuantitas kebutuhan dasar (basic need) pendidikan, melalui pemenuhan sarana prasarana belajar bagi seluruh masyarakat. Sedangkan sejak tahun anggaran 2005 yang lalu, secara sinergis dilakukan peningkatan program layanan yang berorientasi kualitatif kepada stake-holder di Sekolah (SD,SMP,SMA.SMK), Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) untuk Program Penyetaraan Paket A,B dan C , maupun peningkatan kualitas layanan belajar di Perguruan Tinggi.
Berbagai inovasi untuk implementasi peningkatan mutu layanan pendidikan sekolah telah disiapkan, sehingga mampu memberikan alternatif pilihan kepada masyarakat untuk mengikuti program pendidikan yang berkualitas. Melalui kerjasama Dinas Dikmenti Provinsi DKI Jakarta dengan Universitas Indonesia, telah dilakukan rekruetment bagi mereka yang memiliki tingkat intelegensi tinggi dengan IQ 150 ke atas, untuk memperoleh layanan khusus di dalam Program Kelas Superior SMA yang telah dimuali sejak tahun 2006 yang lalu. Sedangkan bagi peserta didik dengan potensi IQ 124 ke atas dapat mengikuti Program Akselerasi Belajar di beberapa SMA Negeri dan Swasta yang ada. Sementara untuk beberapa SMA dan SMK Negeri maupun Swasta lainnya, telah menjalankan Program Kurikulum Internasional untuk mengejar Standar ISO. Dipilih Standar International Bacaloreat dari Cambridge University bagi pengembangan Program Double Calendar SMA, serta disiapkan beberapa SMA PLUS tingkat Nasional, tingkat Provinsi dan tingkat Kotamadya untuk mengantisipasi lahirnya sekolah-sekolah unggulan di DKI Jakarta.
Diprogramkan pada tahun pelajaran 2007-2008 mendatang, warga DKI Jakarta yang peduli dengan pendidikan menengah yang berkualitas, akan melihat dan atau menikmati layanan SMA Unggulan yang berfasilitas benar-benar unggul, yang dibangun pada lahan seluas 37.000 meter di kawasan Ceger Jakarta Timur, melalui alokasi anggaran dana APBD Pemda DKI Jakarta.
Sementara pembangunan SMK bertaraf Internasional secara bertahap terus dilakukan, yang dipersiapkan juga untuk meningkatkan kuantitas populasi peserta didik di sekolah kejuruan, mencapai proporsi sekitar 60% dari anak usia SLTA di DKI Jakarta.

Hadirin yang saya hormati,
Sudah saatnya kita sadari bersama bahwa yang kita butuhkan adalah layanan jasa pendidikan yang berkualitas untuk semua warga negara (warga kota “megapolitan” Jakarta). Dan masalah kita dengan hal itu adalah, bagaimana layanan jasa pendidikan yang berkualitas itu dapat diakses oleh setiap warga negara. Fokus permasalahan pendidikan ini, sedapat mungkin tidak bergeser dari bidikan kita ke depan, terlebih dengan banyaknya kepentingan di luar pendidikan yang sudah sering membuyarkan konsentrasi bidikan ke sasaran “mutu” pendidikan yang dapat dipertanggung jawabkan. Semestinya para pelaku pendidikan (Guru) mampu menjadi pelindung terhadap bergulirnya proses pendidikan yang ber “mutu”, sehingga para pembelajar mampu menjadi subjek bagi kebutuhan masa depan yang lebih baik, dan bukan menjadi objek bagi kepentingan mereka di luar kepentingan pendidikan itu sendiri. Bukan lagi saatnya kita berdebat tentang pendidikan murah dan tidak berkualitas, bahkan tak dapat dinikmati oleh masyarakat kita yang miskin. Untuk menjawab tantangan tersebut telah disiapkan berbagai Program Bantuan Pendidikan bagi mereka yang tidak mampu akan tetapi memiliki peluang berprestasi, juga program bea siswa bagi mereka yang berprestasi, bantuan buku pelajaran, bahkan sampai pembebasan seluruh biaya sekolah bagi mereka yang memang kesulitan secara ekonomi, sementara bagi warga Jakarta yang mampu, tetap terbuka untuk berpartisipasi membantu warga lain yang kurang beruntung secara finansial. Konsep “Pintu Terbuka untuk ibadah” ini terus dikembangkan seiring dengan konsepsi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional kita bahwa pendidikan itu menjadi tanggungjawab bersama antara orang tua, masayarakat dan pemerintah (pemerintah daerah).

Hadirin yang berbahagia,
Kebijakan pembinaan pendidikan di DKI Jakarta yang tidak mengenal dikotomi institusi negeri dan swasta, direalisasikan dalam bentuk berbagai subsidi Block Grant dari tingkat pendidikan dasar, menengah bahkan sampai pada Perguruan Tinggi. Tidak kurang dari 13.7 Milyar dana APBD telah dikucurkan untuk membantu lembaga pendidikan tinggi dan perguruan swasta pada tahun 2003 yang lalu, dan secara significant terus ditingkatkan sesuai dengan kondisi dan keterbatasan APBD, untuk memberdayakan layanan jasa pendidikan yang lebih bertanggung jawab mampu memberikan kontribusi positif bagi pemberdayaan masyarakat, khususnya di DKI Jakarta. Sungguh suatu kerja berat berada di hadapan kita bersama, mengingat akselerasi penguasaan teknologi komunikasi dan informasi (Information, Communication and Technology/ICT) yang menjadi salahsatu pertanda penguasaan panggung globalisasi, ternyata masih sangat rendah. Kita patut belajar dari semangat dan kinerja bangsa lain, yang melaju bersatu padu dalam paradigma dan wacana serta realita dalam penerapan ICT untuk melayani kebutuhan masyarakatnya. Pilihan terakhir kita saat ini adalah menjalankan Program ICT di sektor pendidikan untuk membenahi desakkan kebutuhan e-learning atau e-education. Pada seluruh SLTA di DKI Jakarta, Sistem Informasi Manajemen (SIM) Sekolah telah diakses secara virtual melalui jasa internet, dan dalam waktu singkat layanan jasa internet murah akan menjadi alat untuk melakukan efisiensi pengiriman data dan pengemasan informasi yang memenuhi kaidah cepat dan cermat melalui pemberdayaan SDM yang lebih profesional. Pengembangan software komputer telah pula memunculkan pembelajaran virtual laboratory yang menjadi mediasi bagi kendala keterbatasan alat, keselamatan kerja maupun rekayasa modeling melalui simulasi percobaan melalui komputer.
Onno W Purbo (2003), di dalam e-learning pendidikan menyatakan proses pembelajaran dengan ICT di sekolah maupun di perguruan tinggi melalui infrastruktur internet diharapkan mampu mendorong penerapan 3 hal yaitu ; 1) Mailing list, menjadi wahana diskusi untuk melakukan interaksi atau transfer knwoledge 2) Perpustakaan Digital sebagai tempat managerial explicit knowledge 3) University Support System yang merealisasikan dukungan administratif akademik (di sekolah maupun di perguruan tinggi) ataupun dukungan terhadap research and development lainnya.

Hadirin yang saya hormati,
Terkait dengan kemajuan suatu bangsa, kita meyakini bahwa tidak ada satupun negara maju di dunia ini, yang tidak menerima kontribusi positif dari perguruan tingginya yang juga maju. Oleh karennya Pemerintah DKI Jakarta memandang arti penting keberadaan pendidikan Tinggi dari 3 hal : pertama, keberadaan Perguruan Tinggi sebagai Centre of Excellence yang memberikan pengaruh keunggulan serta dukungan yang sangat tinggi bagi perwujudan hasil pembangunan. Kedua, keberadaan perguruan tinggi yang sangat strategik bagi penyiapan SDM Jakarta yang berkualitas harus berada pada posisi yang baik dan benar sesuai dengan sistem tata kelola serta penataan kota “megapolitan” Jakarta, dan Pemerintah DKI Jakarta berkepentingan terhadap hal ini. Ketiga, dibutuhkan suasana belajar di perguruan tinggi di Jakarta yang kondusif, aman serta nyaman bagi seluruh mahasiswa, sehingga terhindar dari praktek yang kontraproduktif serta merugikan. Hal ini merupakan bagian dari kewajiban Pemerintah DKI Jakarta dalam melakukan advocasi public, khususnya kepada para mahasiswa perguruan tinggi.
Tidak kurang dari 348 lembaga pendidikan tinggi yang berada di DKI Jakarta, 4 diantaranya adalah Perguruan Tinggi Negeri, dan STIA sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi swasta berada di dalamnya.
Proses globalisasi telah menunjukkan adanya perubahan besar dalam tatanan masyarakat dunia (world community), sehingga perubahan yang terjadi, tidak selamanya mampu secara instant atau otomaticly dapat diakomodasi dengan keterbatasan tingkat kemampuan berpikir maupun sikap perilaku masyarakatnya.
Di sisi inilah “proses pendidikan” mengambil peran aktif menyiapkan dan memberikan solusi melalui kompetensi hasil belajar peserta didiknya.

Hadirin yang berbahagia,
Sebagai penutup dari orasi ilmiah ini perkenankan saya menyampaikan data kebijakan Pemerintah DKI Jakarta melalui program Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) dalam upaya pemberdayaan tenaga pendidik (guru) sesuai dengan amanat Undang undang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Guru dan Dosen.
Peraturan Pemerintah sebagai landasan pelaksanaan UU Nomor 14 tersebut memang telah selesai melewati tahapan uji publik, dan dalam waktu singkat program sertifikasi bagi 200.000 orang Guru di seluruh tanah air, akan siap dilakukan melalui berbagai lembaga pendidikan tinggi (keguruan) di tanah air. Sementara itu sejak tahun 1999 Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan profil analysis terhadap keberadaan serta kondisi tenaga pendidik (Guru). Diyakini hanya dengan akurasi data based tentang kebutuhan pemberdayaan Guru maka tingkat profesionalisme tenaga pendidik dapat diwujudkan. Langkah Uji Kompetensi Guru di DKI Jakarta yang ikut memberikan kontribusi positif bagi lahirnya ketentuan perundang-undangan yang melindungi hak-hak Guru telah dilakukan melalui kerjasama dengan Pusat Kurikulum Depdiknas, Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas maupun Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Sejak tahun 2003 yang lalu, Pemerintah DKI Jakarta telah memberikan tambahan dana kesejahteraan bagi para Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) di luar gaji ataupun honor mengajarnya, sebesar “Satu Juta Rupiah”, dan pada tahun 2006 yang lalu ditingkatkan menjadi “Dua Juta Rupiah” per bulan dan sekarang di tahun 2007 sudah “Dua Setengah Juta Rupiah”.
Kepedulian dan keberpihakkan kepada para tenaga pendidik (Guru PNS) tersebut, diharapkan mampu meningkatkan kinerja profesi keguruan yang berdampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan di DKI Jakarta.
Semoga kita bersepakat dalam wacana berpikir bahwa sebaik apapun hasil belajar seseorang, tetaplah harus selalu diuji dalam implementasi serta diperbarui atau diperbaiki dalam proses pembelajaran kembali, untuk memperoleh solusi dari masalah yang dihadapi. Oleh karenanya saya berpesan kepada para wisudawan dan wisudawati STIA , agar tidak berhenti belajar, karena salah satu ciri profesi adalah perubahan untuk menjawab kebutuhan layanan sehingga tercapai prinsip “Customer Satisfaction”. Prosesi wisuda bukan akhir dari proses belajar akan tetapi justru awal dari masa pengabdian maupun upaya belajar nonformal di masyarakat.
Kepada para orang tua dan keluarga dari para wisudawan dan wisudawati, perkenakan Saya menyampaikan apresiasi serta rasa hormat yang tinggi atas pengorbanan dan pengertiannya selama para wisudawan dan wisudawati belajar sampai menyelesaikan studi kesarjanaan atau studi magister-nya.
Sebagai akhir kata, disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Saudara Ketua dan jajaran pimpinannya serta seluruh sivitas akademika STIA , yang tidak pernah mengenal lelah mengabdi bagi kepentingan pendidikan, serta memberikan kontribusi bagi penyiapan SDM yang berkualitas di Provinsi DKI Jakarta.
Pada kesempatan yang berbahagia ini tak lupa disampaikan ucapan selamat kepada seluruh civitas akademika STIA yang sedang memeriahkan Dies Natalis ke 35, “maju terus dan raih kesuksessan dengan kinerja serta “networking” yang lebih baik lagi”.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan perlindungan serta kekuatan kepada kita untuk melaksanakan niatan ibadah, melalui layanan pemberdayaan dan pendidikan bagi hamba-hambaNya. Amien.
Billahitaufiq wal hidayah
Wassalamualaikum Wr Wb
Jakarta, 8 September 2007

Friday, April 27, 2007

PAMBUKA KATA

Webblog ini dipersembahkan untuk anda yang menjadi pemerhati dan pemangku kepentingan dari PROSES PENDIDIKAN yang sedang berlangsung di tanah air.

Hanya dengan kemauan keras untuk melakukan PERUBAHAN maka layanan pendidikan kita akan membuahkan hasil belajar yang lebih baik, dan hal itu menjadi tanggung jawab kita bersama.

Terima kasih atas kesediaan anda membuka dan menanggapi isi blog ini, demi kemajuan dan masa depan peserta didik yang lebih baik (dari kita).

Salam,......Darsana Setiawan.